Wednesday, April 29, 2015

Geger Harta Karun Bungkarno

Geger pencarian harta karun Bungkarno, menyebar dari kota hingga pelosok desa yang tak terjangkau oleh kendaraan bermotor. Kasak kusuk kabar tersiar dari satu mulut ke sepuluh mulut lainya. Dari sepuluh ke seratus mulut, seribu bahkan mencapai jutaan mulut membicarakan. Jutaan telinga tercengang mendengar kabar rakyak Hendonesia mempunyai ribuan ton emas batangan yang di simpan di sebuah bank di negara Suwis. Jutaan mata berubah menjadi hijau royo-royo saat diajak membayangkan di sanalah Bung Karno menyimpan ribuan trilyun uang rakyat Hendonesia. Kabar itu tersiar ke seluruh pelosok negeri Hendonesia. Tak terkecuali dukuh kecil yang tak masuk peta. Duku Ndawuan.
"Sebentar lagi, emas batangan dan uang itu akan dibagikan ke kita kang.
Kita semua, warga Ndawuan akan kaya raya. Kita bisa beli puluhan ekor sapi. Kita bisa beli sepeda motor. Tidak cuma satu kang. Gendakanmu pun bisa kamu belikan. Jangankan sapi, sepeda motor, mobil pun bisa kita beli kang. Kita akan kecipratan harta karun Bung Karno kang. Ha ha ha ha..."
"Lha yang nyiprati itu siapa?"
"Hoalah kang kang... kamu itu tidak mengikuti perkembangan jaman. Kamu juga tidak mau tahu sejarah. Yang nyiprati ya saya"
"Lha nyiprati pakai apa? Pakai dengkulmu? Wong kamu saja belum kecipratan kok mau nyiprati aku"
"Hoalah kang lugu kang lugu. Aku ceritakan sejarahnya kang. Jadi begini. Emas batangan itu sudah ada sejak jaman kerajaan Mahapahit dan disimpan di kerajaan itu. Setelah kerajaan itu runtuh, datanglah tatanan baru di tanah kita ini, maka lahirlah negara Hendonesia yang dipimpin oleh Bungkarno. Beliau lah uang ketiban wahyu memimpin negara kita ini beserta isinya. Yang di dalamnya ada harta karunnya tadi."
"Lha kenapa ditaruh di Suwis kalau itu punya kita? Suwis itu apa jauh to dari dukuh kita ini?"
"Hoalah kang kang. Kalau sampeyan ke Suwis jalan kaki, satu tahun, tuju bulan, tujuh hari, tujuh jam belum tentu sampai. Nah, sekarang saya ceritakan bagaimana emas itu bisa di sana. Jadi begini, jaman Bungkarno itu, ada negara namanya Amarikka yang kalah perang hartanya habis-habisan. Nah, satu-satu nya negara yang kaya raya ya cuma Hendonesia ini. Maka datanglah pemimpin Negara Amarikka itu ke Hendinesia menemui Bungkarno untuk pinjam 57 ribu ton emas batangan milik kita itu. Bungkarno mengijinkan asal ditaruh di senuah negara yang punya bank. Pilihanya ditaruh dibank Suwis"
"Ooo... begitu. Lha terus disaur kapan sama Amarikka tadi?"
"Amarikka tidak bisa nyaur kang. Karena jumlahnya yang sangat banyak. Kalau dijejer di dukuh kita ini, mungkin tidak cukup tempatkan"
"Lha kalau tidak disaur bagaimana kita bisa kecipratan?"
"Nah, pitakon yang bagus kang. Yang mau saya sampaikan. Memang, semua itu tidak lepas dari syarat kang. Kalau kita mau meminang gadis pastilah ada syaratnya. Sama dengan harta karun kang. Kalau kita mau kecipratan, kita juga harus memenuhi syarat itu. Imbalanya berlipat ganda dari syarat yang kita berikan itu kang"
"Ooo... lha syaratnya apa to?"
"Syaratnya macam-macam kang. Didukuh lain ada yang berani menjual puluhan ekor ayam, kambing bahkan ada yang berani menjual sapi kang. Mereka menyerahkan semua hasil jualanya itu sebagai syarat. Kalau mereka menyerahkan semua hasil jualanya itu mereka akan mendapat ganti 100 kali lipatkan. Yah... namanya nasib kang, saya tidak bisa seperti orang-orang di dukuh lain"
"Lha kalau saya menjual sapi terus tak berikan sebagai syarat nanti diganti apa? Emas yang km bilang tadi?"
"Bukan emas kang. Sampeyan akan mendapatkan ganti 100 ekor sapi. Apa sampeyan tidak pi gin?"
"... ... ... :)"

Janjimu Janji Gombal I

"Say... ntar aku ikut kamu ya"
"Ikut kemana?"
"Ikut ke tempat kamu. Mau numpang cuci. Trus minta tolong antar aku potong rambut"
"Jam berapa yank? Emang sore km udah pulang kerja?"
"Udah. Ntar jam 5 aku udah pulang"
"Oh, oke. Kalau sore bisa. Tapi kalau malam aku gak bisa, ada kerjaan"
"Sore kok"
"Oh... oke dah... siaap! :)"
Setelah chatting, Adit menutup aplikasi WA-nya dan melihat jam digital di layar tablet-nya tertera angka 15.30. Ia duduk di kursi, menguap sambil meluruskan badanya. Matanya mulai meyipit, menahan kantuk setelah semalaman dia begadang membaca novel-nya hingga halaman terakhir.
Ia beranjak dari ruang menulisnya meninggalkan ps yang masih menyala dan pindah ke ruang tv. Berniat merebahkan diri sebentar, menghilangkan rasa kantuk yang melanda, sambil melihat berita setelah pemerintah Indonesia melaksanakan eksekusi mati terhadap delapan gembong narkoba.
Australia mengecam keras eksekusi mati dua warganya yang dilakukan pemerintah Indonesia. Tulisan kecil dibagian bawah layar kaca masih sempat ia baca. Ia menganti chanel, mencari-cari tayangan hiburan. Tapi nihil, semua chanel tv memberitakan tentang eksekusi mati gembong narkoba yang banyak mendapat tentangan.

Perlahan namun pasti, tanganya mulai mengendur. Jari jemarinya mulai terkulai lemas dan remote tv digenggamanya terjatuh. Kini keadaan berbalik. Tv melihat dirinya tergeletak tak berdaya. Jika saja penyiar berita tahu sikap itu, tentu tak akan suka. Disaat semua mata dan telinga tertuju pada satu informasi tentang eksekusi mati gembong narkoba, dengan santai-nya ia mendengkur begitu nikmatnya.
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa satu setengah jam berlalu. Kaget bercampur bingung melanda Adit saat dua rekan kerjanya tiba-tiba datang dan mengguncang-guncang tubuhnya. Belum sepenuhnya ia sadar sudah diberondong dengan pertanyaan salah satu temanya.

"Dit, bangun!. Kamu ini gimana sih? Udah jam 4. Ayo  cepat siap-siap. Kita berangkat"
"Ha? Berangkat kemana Nin?"
"Aduh.... kamu ini gimana sih. Jam 4 ini kita harus berangkat ke kantor"
"Ha? Ke kantor ngapain?"
"Aduh Adit... kamu sendiri kemarin yang bilang. Ajak aku ke kantor jam 4. Kamu bilang ada klien yang mau memesan ratusan artikel untuk website-nya. Gimana sih?"
"Ha? Aku bilang gitu ya? Aduh Nin. Aku gak bisa. Aku ada... aduh aku gak bisa Nin. Kamu aja ya yang ke kantor?"
"Gak bisa! Kamu yang ngajak dan yang bikin janji. Masa kamu malah gak datang. Ayo cepet siap-siap. Udah jam berapa ini?"
"Nin.. Aku ada..."

Nina tak mempedulikan jawaban Adit. Dia ngeloyor dan langsung duduk di teras depan rumah Adit. Rio yang dari tadi duduk di teras cuma cengengesan melihat ekspresi bt wajah Nina. Ia menduga Nina habis mencak-mencak ke Adit. Ia ingin ngakak melihat Nina. Namun, ia mengurungkan niatnya. Dari pada kena semprot juga mending diam aja deh. Pikir Rio.
Adit masih bengong di ruang tv. Ia berusaha mengingat janji yang di katakan Nina. Nampaknya otaknya masih belum conect sampai tak mampu mengingat janji yang ia buat sendiri. Yang terlintas di otaknya hanya jam 5. Jam 5 dan jam 5. Terlintas wajah bt ceweknya setiap kali dia lupa janjinya. Seketika juga wajah itu berganti ekspresi Nina yang juga bt. Ah... ia menjambak rambutnya sendiri dengan ekspresi menyesal, bersalah dan campur aduk lainya. Ia segera melangkah menuju kamar. Dipikirannya hanya ada angka 4,5,4,5,4,5... dibarengi ekspresi dua wajah yang saling menuntut janji
"aaaarrrrhhhhh ...." tiba-tiba terdengar teriakan keras dari kamar mandi...