"Say... ntar aku ikut kamu ya"
"Ikut kemana?"
"Ikut ke tempat kamu. Mau numpang cuci. Trus minta tolong antar aku potong rambut"
"Jam berapa yank? Emang sore km udah pulang kerja?"
"Udah. Ntar jam 5 aku udah pulang"
"Oh, oke. Kalau sore bisa. Tapi kalau malam aku gak bisa, ada kerjaan"
"Sore kok"
"Oh... oke dah... siaap! :)"
"Ikut kemana?"
"Ikut ke tempat kamu. Mau numpang cuci. Trus minta tolong antar aku potong rambut"
"Jam berapa yank? Emang sore km udah pulang kerja?"
"Udah. Ntar jam 5 aku udah pulang"
"Oh, oke. Kalau sore bisa. Tapi kalau malam aku gak bisa, ada kerjaan"
"Sore kok"
"Oh... oke dah... siaap! :)"
Setelah chatting, Adit menutup aplikasi WA-nya dan melihat jam digital di layar tablet-nya tertera angka 15.30. Ia duduk di kursi, menguap sambil meluruskan badanya. Matanya mulai meyipit, menahan kantuk setelah semalaman dia begadang membaca novel-nya hingga halaman terakhir.
Ia beranjak dari ruang menulisnya meninggalkan ps yang masih menyala dan pindah ke ruang tv. Berniat merebahkan diri sebentar, menghilangkan rasa kantuk yang melanda, sambil melihat berita setelah pemerintah Indonesia melaksanakan eksekusi mati terhadap delapan gembong narkoba.
Australia mengecam keras eksekusi mati dua warganya yang dilakukan pemerintah Indonesia. Tulisan kecil dibagian bawah layar kaca masih sempat ia baca. Ia menganti chanel, mencari-cari tayangan hiburan. Tapi nihil, semua chanel tv memberitakan tentang eksekusi mati gembong narkoba yang banyak mendapat tentangan.
Perlahan namun pasti, tanganya mulai mengendur. Jari jemarinya mulai terkulai lemas dan remote tv digenggamanya terjatuh. Kini keadaan berbalik. Tv melihat dirinya tergeletak tak berdaya. Jika saja penyiar berita tahu sikap itu, tentu tak akan suka. Disaat semua mata dan telinga tertuju pada satu informasi tentang eksekusi mati gembong narkoba, dengan santai-nya ia mendengkur begitu nikmatnya.
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa satu setengah jam berlalu. Kaget bercampur bingung melanda Adit saat dua rekan kerjanya tiba-tiba datang dan mengguncang-guncang tubuhnya. Belum sepenuhnya ia sadar sudah diberondong dengan pertanyaan salah satu temanya.
"Dit, bangun!. Kamu ini gimana sih? Udah jam 4. Ayo cepat siap-siap. Kita berangkat"
"Ha? Berangkat kemana Nin?"
"Aduh.... kamu ini gimana sih. Jam 4 ini kita harus berangkat ke kantor"
"Ha? Ke kantor ngapain?"
"Aduh Adit... kamu sendiri kemarin yang bilang. Ajak aku ke kantor jam 4. Kamu bilang ada klien yang mau memesan ratusan artikel untuk website-nya. Gimana sih?"
"Ha? Aku bilang gitu ya? Aduh Nin. Aku gak bisa. Aku ada... aduh aku gak bisa Nin. Kamu aja ya yang ke kantor?"
"Gak bisa! Kamu yang ngajak dan yang bikin janji. Masa kamu malah gak datang. Ayo cepet siap-siap. Udah jam berapa ini?"
"Nin.. Aku ada..."
Nina tak mempedulikan jawaban Adit. Dia ngeloyor dan langsung duduk di teras depan rumah Adit. Rio yang dari tadi duduk di teras cuma cengengesan melihat ekspresi bt wajah Nina. Ia menduga Nina habis mencak-mencak ke Adit. Ia ingin ngakak melihat Nina. Namun, ia mengurungkan niatnya. Dari pada kena semprot juga mending diam aja deh. Pikir Rio.
Adit masih bengong di ruang tv. Ia berusaha mengingat janji yang di katakan Nina. Nampaknya otaknya masih belum conect sampai tak mampu mengingat janji yang ia buat sendiri. Yang terlintas di otaknya hanya jam 5. Jam 5 dan jam 5. Terlintas wajah bt ceweknya setiap kali dia lupa janjinya. Seketika juga wajah itu berganti ekspresi Nina yang juga bt. Ah... ia menjambak rambutnya sendiri dengan ekspresi menyesal, bersalah dan campur aduk lainya. Ia segera melangkah menuju kamar. Dipikirannya hanya ada angka 4,5,4,5,4,5... dibarengi ekspresi dua wajah yang saling menuntut janji
"aaaarrrrhhhhh ...." tiba-tiba terdengar teriakan keras dari kamar mandi...