Sepanjang perjalanan Adit tidak bisa konsentrasi. Pikirannya teringat terus janji yang sudah dibuat dengan ceweknya. Seharusnya, jam 5 dia mengantar ceweknya ke salon, makan bareng dan mencari perlengkapan yang akan dia bawa ke Jakarta bersama ceweknya. WA, BBM mati karena kehabisan kuota internet. Cek pulsa untuk sms tertera angka 90 rupiah. Ah... keluhnya. Ia berniat minta pulsa Rio untuk memberi kabar ceweknya, yang pasti sudah merah padam wajahnya karena marah menunggu dirinya yang tak kunjung datang. Ia membayangkan betapa murka ceweknya.
"Dit, bagi pulsa dong. Lupa lom isi nih mau tlp"
"Yah... Yo, baru aja aku mau minta sama kamu. Pulsa q juga habis ini. Minta sama Nina aja"
Adit melirik Nina yang lagi mengemudi lewat kaca spion mobil dibagian depan. Masih tersisa muka masam di wajahnya. Mungkin Nina masih bt sama aku. Pikir Adit. Ia menyenggol Rio yang juga duduk di sebelahnya, di jok belakang. Adit memberi kode dengan matanya agar Rio meminjam hp Nina. Tapi Rio membalas dengan menggelengkan kepala. Dengan muka putus ada, Adit membatin, Mau tak mau harus menunggu sampai kantor agar dapat wifi.
Nina yang dari tadi diam dan memasang muka masam segera membelokkan mobilnya ke tempat parkiran. Mereka bertiga turun dan langsung masuk ke dalam kantor. Pak Hendi, pimpinan rumah kata langsung mengajak mereka menemui kliennya untuk membicarakan artikel-artikel yang akan di pesan untuk situs web nya.
"Dit, kamu sudah menyiapkan sample artikel yang dipesan pak Martin?"
"Sudah pak"
"Baiklah. Mari kita temui pak Martin. Ini proyek besar. Kalian bertiga harus bagus dan bisa meyakinkan pak Martin. Nina, Rio kalian siap?"
"Siap pak!" Jawab mereka kompak
Adit mengikuti langkah pak Hendi menuju ruang rapat bersama dua rekannya. Di kepalanya masih tercengkeram janji ke ceweknya. Satu jam sudah berlalu, tapi dia belum bisa menghubungi ceweknya. Di kantor itu memang bisa mengakses wifi hampir disetiap sudut kantor. Namun apa daya. Waktu tak mengijinkan melakukan hal itu barang semenit pun. Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa memberi kabar ceweknya. Rasa bersalah terus menggerogoti batinnya. Jika baru sekali hal itu terjadi, mungkin tak jadi soal. Tpi hal itu terjadi lebih dari tiga kali. Hanya satu penyakitnya. Lupa dengan jadwal yang ia bikin sendiri.
Adit kaget ketika Nina dan Rio yang baru saja selesai presentasi di depan pak Martin memanggil dan memintanya menunjukan sample artikel-artikelnya yang dibuatnya.
"Oh... ini pak... anu..., maaf, saya ijin ke belakang sebentar. Perut saya sakit pak. Nina dan Rio yang akan menjelaskan artikel ini"
Dia segera menyodorkan lembaran artikel itu ke pak Martin yang langsung mempelajarinya. Adit segera ngeloyor keluar menuju kamar mandi. Enam pasang mata neran melihat sikap Adit yang aneh. Namun Adit tak mempedulikan mereka. Dia segera ngeloyor ke kamar mandi berniat mengakses wifi agar bisa menghubungi ceweknya.
Hampir 2 jam waktu sudah berlalu. Dia segera mengunci pintun kamar mandi agar tak ada yang menggangu. Ia membayangkan wajah ceweknya yang pasti sudah merah padam. Darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun hingga mengeluarkan tanduk siap menyeruduk tubuhnya yang tak begitu kekar. Sekali seruduk pastilah tubuh itu terpelanting puluhan meter. Ia segera mengambil hp nya di saku tas. Seketika dinyalakan. Di layar muncul notifikasi, 25 panggilan tak terjawab dari ceweknya.
"Astagaaa....." keluh Adit yang kaget sambil menutup mata. Tak mau memikirkan itu ia segera menyalakan layanan wifi. Muncul tukisan Terhubung. Aaahhh... Batin Adit lega setengah mati. Ia sudah siap jika ceweknya akan marah-marah. Ia segera menekan layanan call di aplikasi bbm. Tidak sampai satu menit, muncul notifikasi di layar hp nya. 'Batrey low'.
"Hah? Anjriiiittt...!" Tak sanggup lagi mulutnya berkata. Jika tak malu, mungkin dia memilih pingsan disitu. Ia menyimpulkan semua kejadian ini pasti pertanda buruk untuk hubungannya.
"Ini pasti pertanda buruk... pasti... aahhhh... sial.. sial... siaaalll..." umpatnya dalam hati.