Apa yang terjadi biarlah terjadi. Aku yang salah. Aku yang salah. Baiklah, semua sudah terlanjur. Menyesal pun tak ada guna lagi. Memohon pun tak pantas lagi. Meskipun berat, jika harus menerima keputusan yang paling pahit pun ia siap menerimanya. Batin Adit dengan perasaan putus asa. Ia tersadar dari kamunan panjangnya tak kala mendengar pintu kamar mandi di gedor-gedor dan suara cewek memanggilnya dengan keras.
"Nina...." bantin Adit
"Kamu tuh ngapain sih Dit! Tidur! Nyebekin banget sih jadi orang!"
Ahhh... Serba salah. Serba salah. Kekuh Adit
"Ia ia... bentar"
Ia membuka pintu. Wanita yang baru saja menggedor pintu sudah berlalu. Ia segera menyusul ke ruang rapat. Setelah meminta maaf pada semua ia berusaha kembali fokus dengan kerjanya. Yang terjadi biarlah terjadi. Kata-kata itu seolah menjadi mantra yang mampu mengembalikan konsentrasinya, mengembalikan ketenangannya menghadapi setiap pertanyaan dari klien nya. Ia harus profesional, batinnya lagi. Ia menjawab dan menjelaskan artikel apa saja yang bisa dipenuhi olehnya untuk mengisi web klien nya.
Setelah puas mendengar penjelasan Adit, pak Martin setuju dengan kesepakatan yang sudah di bahas dengan pak Hendi, atasan Adit. Mereka di percaya mengelola sepenuhnya konten website pak Martin dengan masa kontrak tiga tahun.
"Baiklah pak Martin, kami sangat berterimakasih atas kepercayaan ini. Kami tidak akan mengecewakan bapak"
"Sama-sama pak Hendi. Saya percaya, tim bapak akan memberikan yang terbaik buat perusahaan saya. Sekali lagi terimakasih dan saya mohon pamit"
Setelah bersalaman, pak Hendi dan tiga anak buahnya mengantar pak Martin sampai di tempat parkir. Mobil Pajero berlalu dengan gagah membawa pak Martin. Atasan dan ketiga anak buahnya tak mampu menyembunyikan rasa gembiranya. Bersamaan mereka melingkar dan menyatukan tangan kemudian menghempaskan ke atas sembari berkata "SUKSESSS...!". Setelah memberikan sedikit arahan ke tiga anak buahnya, pak Hendi melihat jam tangan yang sudah menunjukan angka 20.30. Pak Hendi hendak mengajak ke tiga anak buahnya untuk makan dulu.
"Waduh pak, saya minta maaf tidak bisa ikut. Ada urusan yang harus saya selesaikan sekarang. Biar Rio sama Nina aja yang ikut makan. Saya pamit dulu ya pak"
"Baiklah, kalau begitu kamu selesaikan urusan kamu. Biar Nina sama Rio ikut aku makan dulu"
"Iya pak. Terimakasih. Permisi"
Adit segera berlalu menuju pos satpam, meminjam kunci sepeda motor kantor dan membawanya pulang. Yang terlintas dipikirannya saat ini hanya satu. Bagaimana cara meminta maaf ke ceweknya dan bagaimana agar ceweknya memaafkan.
Sepanjang perjalanan Adit terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk sikap ceweknya. Sebelum masalah ini muncul, dua hari lagi Adit dan ceweknya berencana pergi ke Jakarta mengikuti sebuah acara. Jika ceweknya tak memaafkan kesalahan Adit, kemungkinan terburuk ceweknya tidak mau diajak pergi dan tiket yang sudah dibeli hangus, biaya acara hangus. Sebenarnya itu tak jadi soal dan tak menjadi bebannya. Hanya saja, ia sangat ingin ceweknya ikut acara yang setiap bulan dia ikuti. Ia ingin ceweknya juga merasakan yang ia rasakan. Tapi, karena kesalahan dia sendiri kemungkinan rencana itu terwujud jadi kecil. Satu kemungkinan lagi yang sebenarnya tak ingin ia pikirkan namun muncul tiba-tiba di kepalanya, 'ceweknya ngajak putus!"
"Duuuuooooonn....!!!" Bunyi klakson bus mememikan telinganya dan sinar bus itu menyilaukan matanya hingga terbelalak.
"Bruuuuuaaakkk...."
0 comments:
Post a Comment