Sunday, September 20, 2015

MEREMAS KUNCUP MAWAR BERDURI


Jejak embun masih membekas

Daun kering tampak tirus tinggal uratnya

Kuncup mawar muda memandang dengan angkuhnya

Duri-duri yang memagarinya tampak gagah berjaraj diranting hijau yang segar

Dua...

Tiga...

Bahkan puluhan duri itu berjajar rapi dengan formasi zig zag

Siapa yang mampu menembus pertahan seperti itu? batin lelaki muda yang hendah memetik si kuncup

Jika saja mawar tak berduri...

Kan kuremas ia hinga kuncupnya...

Lelaki itu mamalingkan muka dari ranting mawar berduri

Di tatapnya seulas senyum gadis bermata biru yang duduk dikursi tengah taman

Para algojo cinta siap menerkam siapa saja yang hendak merengkuhnya...


Wednesday, September 2, 2015

Sentuh Ini...

Apakah kau bisa melihat angin yang berhembus?
Apakah kau bisa merasakan dingin yang menusuk?

Apakah kau mendengar suara Matahari?
Apakah kau bisa merasakan hangatnya sang surya di kala pagi?

Apakah kau pernah menyentuh lembutnya hati?
Apakah kau merasakan sakit nya hati?

Ya.
kadang yang tak bisa dilihat, bisa dirasakan
yang tak bisa didengar juga bisa dirasakan
yang tak bisa di sentuh pun juga bisa dirasakan...

... ...

Yang merasakan itu Hati.
Hati yang merasakan...

Air mata bisa menitik saat kita merasa sedih...
Mata pun berbinar saat kita merasa bahagia

Hati yang merasakan...

Pernahkan engkau menyentuh Hati seseorang?
Rasa hati tak bisa disentuh dan diraba dengan tangan...
Tapi hati bisa tersentuh...

Sentuhlah hati dengan ketulusan...

Melukismu di musim semi

Jangan kan duduk disampingmuBerpapasan denganmu pun panas rasa badan ku

Jangan kan menyentuhmu
Melihatmu pun aku bergetar rasa hatiku

Jangan kan menatapmu
Melirikmu pun aku tak bernyali

Jangan kan mendambamu
Merindumu pun aku tak berani

Jangan kan mengatakan padamu
Menyimpan di hati pun aku takut setengah mati

Namun hati tak bisa didustai
Ia berkata dari naluri

Ia tetap ingin melukismu di musim semi
Seindah tunas-tunas baru yang mencari matahari

Seindah bunga mekar menyambut cerahnya pagi
Mendamba kasih yang tulus murni

Awan berarak menghiasi biru langit di kala pagi
Menemani mentari mengisi hari

Namun, tak ada satu kata pun yang sanggup mewakili
Tuk melukismu saat ini,

Meskipun hati berhasrat tuk tetap melukismu
Lembaran putih tak berisi dan tak berisi hingga kini

Hanya menatapi indahnya musim semi dan tetap ingin melukismu
Meskipun itu hanya di dalam hati
Dan ia tetap bersemi...

Ibu... ku dapati kau di sini

ibu aku merindukan kerut dahimu...aku merindukan tawa kecilmu...
aku merindukan harum khas keringat yang melekat dibajumu...
aku merindukan itu ibu...

kau rengkuh, kau dekap aku dalam pelukmu kala itu...
kau usap rambut kumalku yang bercampur debu...
kau perlihatkan pelangi yang mewarnai langit biru pagi itu...

ibu... kau memang tak disampingku... kau memang jauh dariku...
ibu... di sini aku merasakan rengkuhan, dekapan dan sayang itu...
aku merasakan kehadiran ibu...

ibu... kau telah membangunkan tidurku...
kini aku telah berjalan menapakan kaki kecil ini...
aku akan mencarinya ibu...
aku akan mendapatinya ibu...
aku akan meraihnya ibu...

ibu... terima kasih tlah membangun kan tidurku...

Runtuh

Langit gelap gulita, petir meyambar tonggak-tonggak kayu
yang menganga di tanah tandus tak berbulu, tak berakar tak ber urat

Hujan menikam, menusuk-nusuk, merong-rong, mengguncang-guncang
tonggak kayu yang lapuk dimakan rayap-rayap cinta

Deru angin membahana, mencabik-cabik, menampar, membesut
mengobrak-abrik lorong-lorong hati

Suara petir menggempur, memecah, membelah dinding-dinding langit
sudut-sudut bumi

Tak bisa lari kemana.
di atas tebing, kau mematung, membatu, pasrah tak ada daya

Hujan yang menikan
Angin yang mencabik
Petir yang membelah lorong, sudut dan dinding hati

Rayap-rayap cinta  menggerogoti tahta kebebasan  jiwa yang lapuk
Kau lumatkan diri dalam sangkala menanti awan menggulung raga

Runtuh... diakhir kata
Bangkit... diakhir kata